Senin, 10 November 2008
Partisipasi Pembangunan Kaum Muda
Pemuda dan mahasiswa serta geliat gerakan mahasiswa mengalami booming pada dekade 70-an, yang perannya tumbuh dan mengait kuat dengan dunia politik. Hal itu berpengaruh signifikan pada tampilnya kembali sosok politik pemuda. Pascakampus, para mantan aktivis mahasiswa aktif dalam organisasi kepemudaan, partai politik, LSM, perguruan tinggi, pers, dan dunia bisnis.
Kejatuhan rezim Soeharto menjadi momentum bagi para mantan aktivis mahasiswa untuk memasuki dunia politik praktis. Banyak di antara mereka, terutama mantan aktivis berlatar profesional-entrepreneur untuk duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif, di level nasional maupun daerah. Namun, tak sedikit dari mereka yang memasuki arena kekuasaan harus mengalami disorientasi visi dan terjebak dalam arus pragmatisme politik.
Penyebabnya adalah, tren politik nasional diwarnai secara kental oleh kegiatan ekonomi pasar. Pasar telah menjadi arena political game baru, yang mempenetrasi wilayah politik dan perilaku para aktornya. Tren politik berbasis pasar (industri politik) juga tumbuh seiring dengan sikap elite politik yang kian arogan, parokial, dan partitokrat (perilaku partai yang suka "merampas" kedaulatan rakyat).
Dalam buku The Rise of Capital (1986), Richard Robinson menjelaskan bagaimana pengusaha mengendalikan negara melalui arena politik. Realitas politik itu sesungguhnya adalah wajah lain dari watak kekuasaan Orde Baru yang nepotik, kolutif, dan koruptif. Ketika sikap pragmatisme para politico-business itu bersinerji dengan iklim politik pasar, maka bisa dipastikan dunia politik akan menjadi lawan dari demokrasi. Persoalannya kemudian, bagaimana menjamin proses transisi politik dari generasi tua ke generasi muda tidak kembali terjebak pada model regenerasi elitis, pragmatis, subjektif, dan fragmentatif?
Kaum muda harus berani merombak watak budaya politik "banalisme" yang menjadikan kekuasaan dan uang sebagai tujuan. Dalam moment pemilihan umum 2009 yang sudah diambang waktu dan memperingati 80 Tahun Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 2008, diharapkan pemuda tidak hanyut dalam permainan politik semu belaka, tetapi diharapkan pemuda dan mahasiswa mampu melakukan proses pendidikan dan penyadaran politik bagi masyarakat. Pemuda yang memiliki semangat baru semestinya menjadi penentu dalam membangun demokrasi di bangsa ini, bukan malah menjadi politisi-politisi gadungan memanfaatkan moment yang ada untuk memperkaya diri sendiri. Selain itu pemuda juga harus memperkuat komitmen penegakan hukum dan memfungsikan partai politik dan badan legislatif sebagai arena perjuangan kepentingan rakyat. Pemuda yang terlibat di dalam partai politik bukan hanya sekedar pemenuhan posisi struktural partai politik, tetapi mereka seharusnya mampu melakukan pola-pola perubahan terhadap orientasi partai yang ada sehingga partai politik tidak menjadi sebuah wadah yang apatis bagi masyarakat, tetapi masyarakat menjadikan partai politik sebagai saluran aspirasi mereka terhadap peningkatan kemakmuran bangsa dan negara ini. Selain itu pemuda juga seharusnya mampu menjadi alat pengontrol dan juga mendorong birokrasi yang bersih, profesional, dan berorientasi pada pelayanan (good corporate governance).
Pemuda yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat dan memiliki watak perubahan dan selalu dinamis merupakan elemen penting untuk mendesak lembaga struktur kekuasaan yang ada agar mampu menjamin bekerjanya fungsi check and balance di antara lembaga-lembaga negara. Dan juga Pemuda diharapkan mampu membangun jiwa kewirausahaan sehingga mampu memperluas lapangan pekerjaan dan terlepas dari kungkungan kapitalis barat.
Kejatuhan rezim Soeharto menjadi momentum bagi para mantan aktivis mahasiswa untuk memasuki dunia politik praktis. Banyak di antara mereka, terutama mantan aktivis berlatar profesional-entrepreneur untuk duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif, di level nasional maupun daerah. Namun, tak sedikit dari mereka yang memasuki arena kekuasaan harus mengalami disorientasi visi dan terjebak dalam arus pragmatisme politik.
Penyebabnya adalah, tren politik nasional diwarnai secara kental oleh kegiatan ekonomi pasar. Pasar telah menjadi arena political game baru, yang mempenetrasi wilayah politik dan perilaku para aktornya. Tren politik berbasis pasar (industri politik) juga tumbuh seiring dengan sikap elite politik yang kian arogan, parokial, dan partitokrat (perilaku partai yang suka "merampas" kedaulatan rakyat).
Dalam buku The Rise of Capital (1986), Richard Robinson menjelaskan bagaimana pengusaha mengendalikan negara melalui arena politik. Realitas politik itu sesungguhnya adalah wajah lain dari watak kekuasaan Orde Baru yang nepotik, kolutif, dan koruptif. Ketika sikap pragmatisme para politico-business itu bersinerji dengan iklim politik pasar, maka bisa dipastikan dunia politik akan menjadi lawan dari demokrasi. Persoalannya kemudian, bagaimana menjamin proses transisi politik dari generasi tua ke generasi muda tidak kembali terjebak pada model regenerasi elitis, pragmatis, subjektif, dan fragmentatif?
Kaum muda harus berani merombak watak budaya politik "banalisme" yang menjadikan kekuasaan dan uang sebagai tujuan. Dalam moment pemilihan umum 2009 yang sudah diambang waktu dan memperingati 80 Tahun Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 2008, diharapkan pemuda tidak hanyut dalam permainan politik semu belaka, tetapi diharapkan pemuda dan mahasiswa mampu melakukan proses pendidikan dan penyadaran politik bagi masyarakat. Pemuda yang memiliki semangat baru semestinya menjadi penentu dalam membangun demokrasi di bangsa ini, bukan malah menjadi politisi-politisi gadungan memanfaatkan moment yang ada untuk memperkaya diri sendiri. Selain itu pemuda juga harus memperkuat komitmen penegakan hukum dan memfungsikan partai politik dan badan legislatif sebagai arena perjuangan kepentingan rakyat. Pemuda yang terlibat di dalam partai politik bukan hanya sekedar pemenuhan posisi struktural partai politik, tetapi mereka seharusnya mampu melakukan pola-pola perubahan terhadap orientasi partai yang ada sehingga partai politik tidak menjadi sebuah wadah yang apatis bagi masyarakat, tetapi masyarakat menjadikan partai politik sebagai saluran aspirasi mereka terhadap peningkatan kemakmuran bangsa dan negara ini. Selain itu pemuda juga seharusnya mampu menjadi alat pengontrol dan juga mendorong birokrasi yang bersih, profesional, dan berorientasi pada pelayanan (good corporate governance).
Pemuda yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat dan memiliki watak perubahan dan selalu dinamis merupakan elemen penting untuk mendesak lembaga struktur kekuasaan yang ada agar mampu menjamin bekerjanya fungsi check and balance di antara lembaga-lembaga negara. Dan juga Pemuda diharapkan mampu membangun jiwa kewirausahaan sehingga mampu memperluas lapangan pekerjaan dan terlepas dari kungkungan kapitalis barat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar