Senin, 10 November 2008
Partisipasi Gerakan Politik Mahasiswa
by:akhyar anshori
Mahasiswa adalah sebuah kelompok masyarakat yang menikmati kesempatan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Mereka adalah sebuah lapisan masyarakat terdidik. Sesuai dengan perkembangan usianya yang secara emosional sedang bergejolak menuju kematangan dan berproses menemukan jatidiri, dan sebagai sebuah lapisan masyarakat yang belum banyak dicemari kepentingan-kepentingan praktis dan pragmatis, mahasiswa adalah sebuah lapisan masyarakat yang beorientasi pada nilai-nilai ideal dan kebenaran. Karena orientasi idealis dan pembelaannya pada kebenaran, sebagian ahli memasukkan mahasiswa ke dalam kelompok cendikiawan (Arief Budiman). Cendikiawan menurut Julien Benda adalah “whose activity not the pursuit of practical aims.” Atau Lewis Coser menggambarkan mahasiswa sebagai ”yang tidak pernah puas dengan kenyataan sebagaimana adanya … mereka mempertanyakan kebenaran yang berlaku pada zamannya dan mencari kebenaran yang lebih tinggi dan lebih luas” (Lewis A. Coser ).
Karena secara kuantitas mahasiswa bersifat massal, maka dampak politik mahasiswa sering tidak terhindarkan dalam berbagai komunitas masyarakat atau negara. Dalam konteks inilah, mahasiswa sering berperan mewarnai perkembangan masyarakat, perubahan sosial dan kehidupan politik. Gerakan sosial politik mahasiswa umumnya berperan sebagai pembawa suara kebenaran dan kontrol sosial terhadap lingkungan sosial politik dan penyelenggaraan pemerintahan sebuah negara. Beberapa negara yang pemerintahannya korup dan otoriter telah jatuh karena gerakan-gerakan perlawanan yang dilakukan mahasiswa seperti penggulingan Juan Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958 dan Ayub Khan di Pakistan tahun 1969.
Akan tetapi gerakan mahasiswa yang ada hari ini mesti ditafsirkan ulang secara lebih aktual dan kontekstual sesuai dengan perkembangan sosio-kultural kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dewasa ini. Kontekstualisasi gerakan pemuda Indonesia penting sebagai konsekuensi logis perkembangan sejarah kehidupan manusia dan Bangsa Indonesia yang tidak lepas dari ruang dan waktu. Pesta demokrasi nasional maupun lokal telah membawa dan membius gerakan mahasiswa akan kepragmatisannya terhadap kegiatan politik yang ada. Mahasiswa bahkan tidak sungkan lagi mendukung pasangan calon kepala daerah yang ada sehingga menjual idealisme mahasiswanya, yang pada akhirnya akan mematikan pola-pola pergerakan mahasiswa yang selalu maju kedepan untuk melakukan tiap-tiap perubahan demi kesejahteraan rakyat banyak.
Dengan demikian Visi dan misi gerakan mahasiswa Indonesia mesti diarahkan pada fragmentasi proses perubahan sosial politik dan ekonomi yang lebih berpihak pada kepentingan hidup masyarakat luas di negeri ini bukan malah menjadi aktor-aktor politik kacangan yang hanya memanfaatkan moment pemilihan kepala daerah sebagai objek pencarian keuntungan sesaat dan melepaskan diri dari tanggung jawab social control terhadap kemajuan masyarakat umumnya.
Gerakan mahasiswa itu harus lebih mengacu pada proses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (community development), baik dalam kerangka pemikiran maupun praksisnya di lapangan. Gerakan-gerakan sosial seperti aksi jalanan atau demonstrasi sebagai satu model ekspresi kritik sosial atas kebijakan publik dan politik --yang dipandang kurang berpihak atas kepentingan hidup masyarakat luas-- tetap penting. Tapi konseptualisasi-konseptualisasi gagasan yang bersifat sistematis guna merubah dan atau memengaruhi arah kebijakan politik itu juga penting, sehingga aksi ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Aspek inilah yang selama ini tampak diabaikan oleh para mahasiswa Indonesia.
Ada banyak fakta yang menjadi rahasia umum di kalangan gerakan pemuda bahwa gerakan-gerakan yang eksis kini terlihat hanya merupakan sempalan dari gerakan politik tertentu. Banyak pemuda kini yang hidupnya mengabdi pada kepentingan kekuasan dan politik. Lahirnya wacana ''gerakan mahasiswa bayaran'', misalnya, adalah contoh kuat argumentasi ini. Jelas, gerakan ini sama sekali tidak mencerminkan watak dasar gerakan kaum muda itu sendiri
Sementara objektivikasi perjuangannya harus senantiasa mengacu pada klausul-klausul teoretis yang memungkinkan tercapainya tingkat kesejahteraan hidup masyarakat secara luas di negeri ini. Oleh karena itu, gerakan-gerakan kaum muda tidak sebatas mengkritisi berbagai kebijakan publik dan politik tetapi adalah bagaimana membangun konseptualisasi-konseptualisasi teoritis guna menyelesaikan berbagai persoalan sosial yang kini menghambat proses pertumbuhan pembangunan bangsa. Karena konseptualisasi yang dilahirkan mahasiswa merupakan penyelesaian masalah (problem solving) dalam mengatasi berbagai permasalahan di negeri ini. Bukan malah sebaliknya menjadi boneka-boneka yang dimainkan oleh para politisi demi mengamankan kepentingannya. Gerakan mahasiswa seharusnya merupakan sebuah gerakan moril yang dilakukan untuk menyadarkan masyarakat dan bersama-sama masyarakat melakukan kontrol terhadap pemerintah. Proses pemberdayaan masyarakat bukan hanya dilakukan melalui kegiatan teknis saja, tetapi sejauh mana masyarakat paham dan peduli terhadap pembangunan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Mahasiswa adalah sebuah kelompok masyarakat yang menikmati kesempatan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Mereka adalah sebuah lapisan masyarakat terdidik. Sesuai dengan perkembangan usianya yang secara emosional sedang bergejolak menuju kematangan dan berproses menemukan jatidiri, dan sebagai sebuah lapisan masyarakat yang belum banyak dicemari kepentingan-kepentingan praktis dan pragmatis, mahasiswa adalah sebuah lapisan masyarakat yang beorientasi pada nilai-nilai ideal dan kebenaran. Karena orientasi idealis dan pembelaannya pada kebenaran, sebagian ahli memasukkan mahasiswa ke dalam kelompok cendikiawan (Arief Budiman). Cendikiawan menurut Julien Benda adalah “whose activity not the pursuit of practical aims.” Atau Lewis Coser menggambarkan mahasiswa sebagai ”yang tidak pernah puas dengan kenyataan sebagaimana adanya … mereka mempertanyakan kebenaran yang berlaku pada zamannya dan mencari kebenaran yang lebih tinggi dan lebih luas” (Lewis A. Coser ).
Karena secara kuantitas mahasiswa bersifat massal, maka dampak politik mahasiswa sering tidak terhindarkan dalam berbagai komunitas masyarakat atau negara. Dalam konteks inilah, mahasiswa sering berperan mewarnai perkembangan masyarakat, perubahan sosial dan kehidupan politik. Gerakan sosial politik mahasiswa umumnya berperan sebagai pembawa suara kebenaran dan kontrol sosial terhadap lingkungan sosial politik dan penyelenggaraan pemerintahan sebuah negara. Beberapa negara yang pemerintahannya korup dan otoriter telah jatuh karena gerakan-gerakan perlawanan yang dilakukan mahasiswa seperti penggulingan Juan Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958 dan Ayub Khan di Pakistan tahun 1969.
Akan tetapi gerakan mahasiswa yang ada hari ini mesti ditafsirkan ulang secara lebih aktual dan kontekstual sesuai dengan perkembangan sosio-kultural kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dewasa ini. Kontekstualisasi gerakan pemuda Indonesia penting sebagai konsekuensi logis perkembangan sejarah kehidupan manusia dan Bangsa Indonesia yang tidak lepas dari ruang dan waktu. Pesta demokrasi nasional maupun lokal telah membawa dan membius gerakan mahasiswa akan kepragmatisannya terhadap kegiatan politik yang ada. Mahasiswa bahkan tidak sungkan lagi mendukung pasangan calon kepala daerah yang ada sehingga menjual idealisme mahasiswanya, yang pada akhirnya akan mematikan pola-pola pergerakan mahasiswa yang selalu maju kedepan untuk melakukan tiap-tiap perubahan demi kesejahteraan rakyat banyak.
Dengan demikian Visi dan misi gerakan mahasiswa Indonesia mesti diarahkan pada fragmentasi proses perubahan sosial politik dan ekonomi yang lebih berpihak pada kepentingan hidup masyarakat luas di negeri ini bukan malah menjadi aktor-aktor politik kacangan yang hanya memanfaatkan moment pemilihan kepala daerah sebagai objek pencarian keuntungan sesaat dan melepaskan diri dari tanggung jawab social control terhadap kemajuan masyarakat umumnya.
Gerakan mahasiswa itu harus lebih mengacu pada proses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (community development), baik dalam kerangka pemikiran maupun praksisnya di lapangan. Gerakan-gerakan sosial seperti aksi jalanan atau demonstrasi sebagai satu model ekspresi kritik sosial atas kebijakan publik dan politik --yang dipandang kurang berpihak atas kepentingan hidup masyarakat luas-- tetap penting. Tapi konseptualisasi-konseptualisasi gagasan yang bersifat sistematis guna merubah dan atau memengaruhi arah kebijakan politik itu juga penting, sehingga aksi ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Aspek inilah yang selama ini tampak diabaikan oleh para mahasiswa Indonesia.
Ada banyak fakta yang menjadi rahasia umum di kalangan gerakan pemuda bahwa gerakan-gerakan yang eksis kini terlihat hanya merupakan sempalan dari gerakan politik tertentu. Banyak pemuda kini yang hidupnya mengabdi pada kepentingan kekuasan dan politik. Lahirnya wacana ''gerakan mahasiswa bayaran'', misalnya, adalah contoh kuat argumentasi ini. Jelas, gerakan ini sama sekali tidak mencerminkan watak dasar gerakan kaum muda itu sendiri
Sementara objektivikasi perjuangannya harus senantiasa mengacu pada klausul-klausul teoretis yang memungkinkan tercapainya tingkat kesejahteraan hidup masyarakat secara luas di negeri ini. Oleh karena itu, gerakan-gerakan kaum muda tidak sebatas mengkritisi berbagai kebijakan publik dan politik tetapi adalah bagaimana membangun konseptualisasi-konseptualisasi teoritis guna menyelesaikan berbagai persoalan sosial yang kini menghambat proses pertumbuhan pembangunan bangsa. Karena konseptualisasi yang dilahirkan mahasiswa merupakan penyelesaian masalah (problem solving) dalam mengatasi berbagai permasalahan di negeri ini. Bukan malah sebaliknya menjadi boneka-boneka yang dimainkan oleh para politisi demi mengamankan kepentingannya. Gerakan mahasiswa seharusnya merupakan sebuah gerakan moril yang dilakukan untuk menyadarkan masyarakat dan bersama-sama masyarakat melakukan kontrol terhadap pemerintah. Proses pemberdayaan masyarakat bukan hanya dilakukan melalui kegiatan teknis saja, tetapi sejauh mana masyarakat paham dan peduli terhadap pembangunan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar