Minggu, 15 Februari 2009
Pelajaran Berharga dari Sebuah Premanisme Demonstrasi
(Oleh : Fernanda Putra Adela S.Sos)
Demontrasi untuk pembentukan Propinsi Tapanuli yang berujung anarkis telah merengut korban jiwa. Tidak tanggung-tangung korban tewas adalah Ketua DPRD Sumatera Utara H. Abdul Azis Angkat. Sangat ironis ketika orang nomor satu di lembaga perwakilan rakyat tersebut harus menerima perlakuan yang sangat tidak wajar dari para demonstran.
Hal ini seharusnya menjadi pukulan telak kepolisian sebagai aparat penegak hukum di negeri tercinta ini. Bagaimana mungkin seorang pejabat Negara yang merupakan unsur muspida plus mendapatkan perlakuan yang tidak pantas oleh para demonstran sehingga berujung kepada meninggalnya pimpinan wakil rakyat tersebut.
Minimnya penjagaan aparat kepolisian dalam mengawal demonstrasi merupakan hal yang sangat disesalkan oleh banyak pihak termasuk para anggota DPRD Sumatera Utara. Seyogianya kepolisian dapat memprediksi kejadian ini dan mampu untuk berbuat lebih maksimal dalam menahan laju emosi massa. Hal ini semakin menambah citra buruk kepolisian sebagai aparat penegak hukum. Kurang siapnya petugas keamanan dalam mengawal demonstrasi sehingga memberikan ruang lebar bagi para demonstran untuk melakukan tidakan melawan hukum. Karena, apa yang terjadi pada saat itu merupakan sebuah aksi premanisme dan tidak lagi dalam kerangka menyampaikan pendapat sebagai salah satu bentuk perwujudan demokrasi.
Setelah apa yang terjadi, pihak kepolisian dituntut untuk serius menangani kasus ini. Karena, hal ini merupakan salah satu pembuktian bahwa jajaran Kepolisian masih dapat untuk dipercayakan masyarakat dalam menegakkan hukum di negara ini. Dengan sangat tegas Presiden SBY mengatakan untuk melawan segala aksi premanisme dan negara tidak boleh kalah oleh para preman. Hal ini juga di ungkapkan Kepala Polri untuk memberantas premanisme.
Nasi sudah menjadi bubur, ungkapan ini rasanya pantas diucapkan sekarang. Karena penjagaan ketat oleh aparat kepolisian saat prosesi pemakaman Ketua DPRD Sumut, ikhwalnya sudah sangat terlambat. Seandainya saja penjagaan ketat yang dilakukan kepolisian pada saat demonstrasi, mungkin hal tragis ini tidak terjadi. Sudah saatnya sensitifitas Kapolda Sumatera Utara dan Kapoltabes Medan ditunjukkan, karena kasus ini tidaklah boleh berlarut-larut. Bertanggung jawab seharusnya menjadi budaya kita dan setiap pejabat di negeri ini yang melakukan kesalahan harus berani menerima konsekwensi atas jabatannya. Mungkin hal inilah yang menjadi tuntutan masyarakat melihat kegagalan kepolisian sehingga berujung kepada premanisme demonstrasi. Reformasi ditubuh Kepolisian dan profesionalisme harus terus ditingkatkan, karena nama baik dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukumnya merupakan taruhan yang sangat berharga.
Masyarakat seharusnya juga semakin dewasa dalam menjalankan proses demokrasi. Demokrasi jangan dimaknai sebagai sebuah bentuk kebebasan yang tanpa aturan, tetapi kebebasan dalam sebuah sistem demokrasi tidak boleh melanggar aturan serta norma-norma yang terkandung didalamnya. Hak setiap individu dijamin oleh demokrasi dan tidak dibenarkan adanya pemaksaan kehendak yang mengatasnamakan demokrasi sehingga merugikan orang lain.
Ini merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua khususnya masyarakat Sumatera Utara. Propinsi yang selama ini terkenal dengan keberagamannya serta keharmonisan masyarakatnya harus terus dipelihara. Kondusifitas dapat terpelihara karena peran serta seluruh elemen masyarakat dan tidak hanya tanggung jawab kepolisian. Perbedaan pendapat tidak menjadikan masyarakat Sumatera Utara terpecah belah tetapi hal ini semakin menunjukkan indahnya keberagaman dan kita mampu untuk menjaga keharmonisan ditengah-tangah keberagaman tersebut.
Masyarakat harus terus mendukung kepolisian untuk menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum. Berikan kepercayaan kepada kepolisian dalam menuntaskan kasus ini. Dan kepolisian harus terus mereformasi dirinya untuk lebih baik. Sehingga kedepan kejadian seperti ini tidak terulang lagi.
Penulis adalah mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Politik Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM
Demontrasi untuk pembentukan Propinsi Tapanuli yang berujung anarkis telah merengut korban jiwa. Tidak tanggung-tangung korban tewas adalah Ketua DPRD Sumatera Utara H. Abdul Azis Angkat. Sangat ironis ketika orang nomor satu di lembaga perwakilan rakyat tersebut harus menerima perlakuan yang sangat tidak wajar dari para demonstran.
Hal ini seharusnya menjadi pukulan telak kepolisian sebagai aparat penegak hukum di negeri tercinta ini. Bagaimana mungkin seorang pejabat Negara yang merupakan unsur muspida plus mendapatkan perlakuan yang tidak pantas oleh para demonstran sehingga berujung kepada meninggalnya pimpinan wakil rakyat tersebut.
Minimnya penjagaan aparat kepolisian dalam mengawal demonstrasi merupakan hal yang sangat disesalkan oleh banyak pihak termasuk para anggota DPRD Sumatera Utara. Seyogianya kepolisian dapat memprediksi kejadian ini dan mampu untuk berbuat lebih maksimal dalam menahan laju emosi massa. Hal ini semakin menambah citra buruk kepolisian sebagai aparat penegak hukum. Kurang siapnya petugas keamanan dalam mengawal demonstrasi sehingga memberikan ruang lebar bagi para demonstran untuk melakukan tidakan melawan hukum. Karena, apa yang terjadi pada saat itu merupakan sebuah aksi premanisme dan tidak lagi dalam kerangka menyampaikan pendapat sebagai salah satu bentuk perwujudan demokrasi.
Setelah apa yang terjadi, pihak kepolisian dituntut untuk serius menangani kasus ini. Karena, hal ini merupakan salah satu pembuktian bahwa jajaran Kepolisian masih dapat untuk dipercayakan masyarakat dalam menegakkan hukum di negara ini. Dengan sangat tegas Presiden SBY mengatakan untuk melawan segala aksi premanisme dan negara tidak boleh kalah oleh para preman. Hal ini juga di ungkapkan Kepala Polri untuk memberantas premanisme.
Nasi sudah menjadi bubur, ungkapan ini rasanya pantas diucapkan sekarang. Karena penjagaan ketat oleh aparat kepolisian saat prosesi pemakaman Ketua DPRD Sumut, ikhwalnya sudah sangat terlambat. Seandainya saja penjagaan ketat yang dilakukan kepolisian pada saat demonstrasi, mungkin hal tragis ini tidak terjadi. Sudah saatnya sensitifitas Kapolda Sumatera Utara dan Kapoltabes Medan ditunjukkan, karena kasus ini tidaklah boleh berlarut-larut. Bertanggung jawab seharusnya menjadi budaya kita dan setiap pejabat di negeri ini yang melakukan kesalahan harus berani menerima konsekwensi atas jabatannya. Mungkin hal inilah yang menjadi tuntutan masyarakat melihat kegagalan kepolisian sehingga berujung kepada premanisme demonstrasi. Reformasi ditubuh Kepolisian dan profesionalisme harus terus ditingkatkan, karena nama baik dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukumnya merupakan taruhan yang sangat berharga.
Masyarakat seharusnya juga semakin dewasa dalam menjalankan proses demokrasi. Demokrasi jangan dimaknai sebagai sebuah bentuk kebebasan yang tanpa aturan, tetapi kebebasan dalam sebuah sistem demokrasi tidak boleh melanggar aturan serta norma-norma yang terkandung didalamnya. Hak setiap individu dijamin oleh demokrasi dan tidak dibenarkan adanya pemaksaan kehendak yang mengatasnamakan demokrasi sehingga merugikan orang lain.
Ini merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua khususnya masyarakat Sumatera Utara. Propinsi yang selama ini terkenal dengan keberagamannya serta keharmonisan masyarakatnya harus terus dipelihara. Kondusifitas dapat terpelihara karena peran serta seluruh elemen masyarakat dan tidak hanya tanggung jawab kepolisian. Perbedaan pendapat tidak menjadikan masyarakat Sumatera Utara terpecah belah tetapi hal ini semakin menunjukkan indahnya keberagaman dan kita mampu untuk menjaga keharmonisan ditengah-tangah keberagaman tersebut.
Masyarakat harus terus mendukung kepolisian untuk menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum. Berikan kepercayaan kepada kepolisian dalam menuntaskan kasus ini. Dan kepolisian harus terus mereformasi dirinya untuk lebih baik. Sehingga kedepan kejadian seperti ini tidak terulang lagi.
Penulis adalah mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Politik Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM
Langganan:
Postingan (Atom)